Admin
07-11-2025
Pelayanan Kegawatdaruratan meliputi penanganan kegawatdaruratan prafasilitas pelayanan kesehatan, intrafasilitas pelayanan kesehatan, dan antarfasilitas pelayanan kesehatan. Untuk pelayanan kegawatdaruratan di Puskesmas hanya sampai di intrafasilitas, sedangkan antarfasilitas itu adanya pelayanan kegawatdaruratan di Rumah Sakit. Pelayanan Kegawatdaruratan tersebut sampai saat ini belum menunjukkan hasil maksimal, sehingga banyak dikeluhkan oleh masyarakat ketika mereka membutuhkan pelayanan kesehatan. Meskipun di negara kita hampir di setiap kota terdapat fasilitas Pelayanan Kegawatdaruratan dari semua jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan, namun keterpaduan dalam melayani pasien belum sistematis.
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu yang sudah diperkenalkan oleh Kementerian Kesehatan sejak tahun 2004 belum dapat memperbaiki Pelayanan Kegawatdaruratan di Indonesia. Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia dalam memberikan pelayanan masih bersifat tradisional, yaitu hanya berfungsi sebagai kamar terima, dimana Pasien yang datang akan diterima oleh dokter atau perawat. Setelah dilakukan anamnesa serta pemeriksaan fisik, Pasien akan dikonsulkan ke bagian definitif. Selanjutnya penatalaksanaan Pasien dilakukan setelah dokter definitif tersebut datang atau melalui instruksi tanpa melihat langsung kondisi pasiennya. Hal tersebut jauh dari standar Pelayanan Kegawatdaruratan modern, yang mengedepankan perilaku atau budaya pelayanan yang berfokus pada Pasien dan keselamatannya
Sementara, Pasien yang berkunjung ke fasilitas pelayanan Gawat Darurat datang dengan tingkat kegawatdaruratan yang berbeda (prioritas 1 untuk yang benar-benar Gawat Darurat atau true emergensi, prioritas 2 yang gawat tetapi tidak darurat atau urgent, prioritas 3 yang tidak gawat maupun darurat atau false emergency). Semua Pasien prioritas 1 tidak bisa menunggu dan butuh penanganan langsung (zero minute response).
Pelayanan Kegawatdaruratan yang dilaksanakan di Puskesmas meliputi pelayanan triase, survei primer, survei sekunder, tatalaksana definitif dan rujukan. Apabila diperlukan evakuasi, Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama yang menjadi bagian dari SPGDT dapat melaksanakan evakuasi tersebut.
1) Triase
Triase adalah proses khusus memilah Pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis penanganan/intervensi kegawatdaruratan. Prinsip triase adalah pemberlakuan sistem prioritas dengan penentuan/penyeleksian Pasien yang harus didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan:
a) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b) Dapat mati dalam hitungan jam
c) Trauma ringan
d) Sudah meninggal
2) Survei Primer (Resusitasi dan Stabilisasi)
Tindakan resusitasi segera diberikan kepada Pasien dengan kategori merah setelah mengevaluasi potensi jalan nafas (airway), status pernafasan (breathing) dan sirkulasi ke jaringan (circulation) serta status mental Pasien yang diukur Alert Verbal Pain Unresponsive (AVPU).
3) Survei Sekunder
Survei sekunder tidak diwajibkan apabila kondisi pasien memerlukan tindakan definitif segera namun pada Puskesmas tidak tersedia tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang memadai. Pada kondisi ini, pasien harus segera dilakukan rujukan sesuai prosedur tanpa melakukan survei sekunder.
4) Tata Laksana Definitif
Penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap Pasi. Penentuan tindakan yang diambil berdasarkan hasil kesimpulan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Yang berwenang melakukan tata laksana definitif adalah Dokter yang terlatih.
5) Rujukan
Rujukan dilaksanakan jika tindak lanjut penanganan terhadap Pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan di Puskesmas karena keterbatasan sumber daya.